Selasa, 23 Oktober 2012

BAB 3

1. Governance System

a.  Memahami Sistem Pemerintahan 


fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari Sistem pemerintahan Istilah adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: "sistem" dan "pemerintah" Berarti sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan. ketergantungan antara bagian-bagian yang hasil jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi seluruh Dan pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan negara dan kepentingan negara itu sendiri.. Dari pengertian itu, harfiah berarti sistem pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembaga negara dalam melaksanakan kekuasaan negara untuk kepentingan negara itu sendiri dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.

Menurut Moh Mahfud MD, adalah pemerintah negara bagian sistem dan mekanisme kerja koordinasi atau hubungan antara tiga cabang kekuasaan yang legislatif, eksekutif dan yudikatif (Moh. Mahfud MD, 2001: 74). Dengan demikian, dapat disimpulkan sistem adalah sistem pemerintahan negara dan administrasi hubungan antara lembaga negara dalam rangka administrasi negara. 


B. JenisSistemPemerintahan
Ada beberapa sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara di dunia, seperti sistem yang sering dianut oleh negara demokrasi adalah sistem sistem presidensial dan parlementer. Dalam studi ilmu ilmu pengetahuan dan politik itu sendiri mengakui adanya tiga sistem pemerintahan: Presiden, Parlemen, dan referendum. 


a) Presiden Sistem  
Dalam sistem presidensial secara umum dapat disimpulkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 
1. Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (eksekutif). 
2. Pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Pemerintah dan parlemen memiliki status yang sama. 
3. Eksekutif dan Legislatif sama-sama kuat. 
4. Diangkat menteri dan bertanggung jawab kepada Presiden. 
5 Tenurial Presiden dan Wakil Presiden., Seperti 5 tahun. 



b) Sistem Parlemen 
Sedangkan sistem parlementer prinsip-prinsip atau karakteristik adalah sebagai berikut: 
1. Kepala negara tidak terletak sebagai kepala pemerintahan karena ia lebih merupakan simbol nasional. 
4. Kabinet bertanggung jawab kepada Parlemen, dan dapat dipaksakan melalui pemungutan suara parlemen. 
Untuk mengatasi kelemahan sistem parlementer yang tampak up mudah dan surut, Kabinet dapat meminta Kepala Negara untuk membubarkan parlemen (DPR) dengan alasan yang sangat kuat yang tidak dianggap mewakili parlemen. 

c) Sistem referendum 
Dalam sistem referendum badan eksekutif merupakan bagian dari legislatif Eksekutif lembaga yang merupakan bagian dari badan legislatif adalah badan legislatif pekerja..Sistem ini berarti bahwa badan legislatif untuk membentuk sub di dalamnya sebagai tugas pemerintah. Pengendalian legislatif dalam sistem ini dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui lembaga referendum. 
Legislator dalam sistem ditentukan langsung oleh rakyat melalui dua mekanisme, yaitu: 
1. Referendum Obligatoir, yang menyetujui referendum untuk menentukan apakah atau tidak oleh orang-orang tentang keabsahan suatu peraturan atau hukum yang baru.Referendum ini adalah referendum wajib. 
2. Referendum fakultatif, referendum untuk menentukan apakah suatu peraturan atau hukum yang ada untuk terus menerapkan diperbaiki atau harus dicabut. Ini adalah referendum Referundum tidak wajib. 
3. Dalam prakteknya sistem ini sering digunakan oleh negara-negara adalah sistem presidensial atau sistem parlementer. Seperti Indonesia, yang telah menerapkan dua sistem.

2. Budaya Etika

Budaya merupakan hasil karya, cipta, karsa yang dihasilkan oleh pemikiran dan tingkah laku manusia yang diterima secara luas.Budaya Politik dapat diartikan sebagaibudaya atau kebiasaan yang dilakukan oleh para elite politik yang memiliki kekuasaan untuk turut mengatur jalannya pemerintahan.

Secara Umum budaya politik dapat diartikan sebagai sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh sebuah masyarakat dalam suatu lingkup. Menurut Rusadi Sumintapura budaya politik merupakan pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik Sidney Verba menyebutkan budaya politik sebagai suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai – nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan sedangkan menurut Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jrberisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola – pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi disisi lain, Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu.


Budaya politik adalah sebuah konsep yang lebih menekankan pada masalah perilaku nonaktual seperti pandangan hidup, sikap, serta nilai dan kepercayaan.Hal ini lebih dominan daripada aspek tindakan.Inilah sebab yang membuat Gabriel A. Almond menyimpulkan bahwa budaya politik merupakan sisi psikologis dalam sistem politik. Di mana budaya politik perannya sangat penting dalam proses perjalanan sebuah sistem politik.

Budaya politik identik dengan sistem politik. Hal ini ditunjukkan dengan bukti bahwa pada saat budaya politik dibahas, maka tidak akan bisa lepas dari pembicaraan mengenai sistem politik. Dalam sistem politik itu sendiri berorientasi pada setiap komponen yang berasal dari komponen struktur, sekaligus juga fungsi yang dijalankan dalam sistem politik itu sendiri. Setiap orang akan memiliki orientasi yang berbeda dalam sebuah sistem politik. Mereka akan memilih suatu fokus orientasi dalam sistem tersebut. Misalnya, seseorang akan memiliki orientasi politik tersendiri jika mereka berbicara tentang lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Budaya politik adalah sebuah gambaran konsep yang mempresentasikan mengenai komponen budaya politik dalam batasan besar.Bisa juga menggambarkan mengenai kehidupan masyarakat pada sebuah negara atau kawasan dan tidak melihatnya secara parsial atau individu. Batasan ini terkait dengan pengertian budaya politik sebagai sebuah cermin perilaku masyarakat secara massal yang berperan dalam proses penciptaan sistem politik yang ideal.
Komponen dan Tipe-tipe Budaya Politik
Kebudayaan politik pada dasarnya terbentuk oleh tiga komponen, Orientasi kognitif, orientasi afektif, dana orientasi evaluatif. Orientasi Kognitif merupakan pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.Orientasi Afektif adalah perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan penampilannya.Orientasi Evaluatif ialah keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.Berdasarkan sikap yang ditunjukan, budaya politik dibagi menjadi dua.
1) Budaya Politik MilitanBudaya politik di mana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang.Bila terjadi kriris, maka yang disalahkan adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan. 
2) Budaya Politik ToleransiBudaya politik di mana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.

Berdasarkan dari tradisi dan perubahan budayanya tradisi politik pun dibagi menjadi dua.

1) Budaya politik yang memiliki sikap mental absolut.Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang.dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan.
2) Budaya politik yang memiliki sikap mental akomodatif . Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
Sedangkan berdasarkan orientasi politiknya Gabriel Almond memilah budaya politik menjadi tiga.Pertama, budaya politik parokial (parochial political culture) Tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah).Kedua budaya politik kawula (subyek political culture) Masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih bersifat pasif.Ketiga budaya politik partisipan (participant political culture) Budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi.

 3.   Mengembangkan Etika Struktur Korporasi

Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).

4.Kode Perilaku korporasi

Pengertian Code of Conduct (Pedoman Perilaku) :
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of Conductmerupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis PT. Perkebunan dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
5. Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi

Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar